Jumat, 13 Juli 2012

PP Muhammadiyah Tetap Puasa 20 Juli 2012

JAKARTA - Keputusan di maklumat PP Muhammadiyah tentang penetapan 1 Ramadhan 1433 H/2012 M jatuh pada 20 Juli menuai protes. Di antaranya diutarakan oleh guru besar riset astronomi-astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Negara (Lapan) Thomas Djamaluddin. Dia menilai kebijakan PP Muhammadiyah itu keliru.
Djamaluddin mengatakan, Ramadhan tahun ini beda karena ada yang ingin berbeda. Menurutnya, merujuk pada ilmu astronomi menyimpulkan jika keputusan hisam Muhammdiyah itu keliru. "Karena menggunakan konsel using geosentrik," kata dia di Jakarta kemarin (6/7).
Pria yang juga menjadi anggota Badan Hisab Rukyah Kementerian Agama (Kemenag) itu menjelaskan, Muhammadiyah saat ini terkesan mementingkan hak untuk berbeda yang diatur dalam pasal 29 UUD 1945. Sebaliknya, Djamaluddin menilai Muhammadiyah mengabaikan kewajiban untuk bersatu sebagaimana diperintahkan Allah dalam Surah Ali-Imron ayat 103.
Djamaluddin mengatakan jika posisi Muhammdiyah pernah terpojokkan oleh pemerintah dan ormas Islam lain pada saat sidang isbat 2011 M/1432 H lalu. "Sehingga mereka memilih tidak ikut pada sidang isbat tahun selanjutnya (tahun 2012, red)," tuturnya. 
Dia mengatakan dalam kesepakan sidang isbat dipilih jika penetapan penentuan 1 Syawal 1432 H/2011 M menggunakan kriteria imkan rukyat.
Pihak PP Muhammadiyah langsung menangkis tudingan terjadi kekeliruan dalam penetapan 1 Ramadhan sebagaimana diutarakan oleh Djamaluddin itu. Ketua PP Muhammadiyah Abd. Fattah Wibisono mengatakan, jika Djamaluddin sebagai pakar astronomi juga sering keliru dalam melihat kriteria yang dipakai Muhammadiyah.
Menurut Fattah, Djamaluddin terlalu dan sangat bersikukuh memaksakan pandangannya dari kacamatan rukyah. "Dengan pandangan itu, maka beliau selalu mengatakan hilal tidak kelihatan," katanya. Padahal menurut Fattah, semua astronom mengakui adanya fenomena istimak.
Selain itu juga para astronom sudah mengakui ada fenomena jika pada waktu tertentu matahari terbenam di bawah ufuk, maka hilal belum terbenam. Dalam kondisi ini, maka sudah masuk tanggal 1 atau awal bulan dalam kalender Islam. "Baik bisa dilihat, maupun belum bisa dilihat," katanya.
Fattah lantas menegaskan agama tidak mengatur untuk mewajibkan seluruh umatnya menjalankan ibadah puasa atau berlebaran dalam waktu yang serentak. "Yang diperintahkan itu adalah menjaga kerukunan, meskipun dalam kondisi yang berbeda," terang dia.
Menurut Fattah, PP Muhammadiyah tetap menghargai pandangan dari Djamaluddin tadi. Terkait tudingan pihaknya terpojok lantas tidak ikut dalam sidang isbat tahun ini itu menurutnya tidak benar. "Kita tidak ikut sidang isbat karena demi kemaslahatan," katanya.
Dari perhitungan Fattah, jika nanti PP Muhammadiyah ikut dalam sidang isbat maka akan berpotensi sekali terjadi perdebatan sengit seperti tahun-tahun sebelumnya. Meneruntya dalam sidang ini pihak pemerintah maupun Djamaluddin selaku perwakilan dari Lapan akan memaksakan kriteria mereka untuk diterapkan oleh Muhammdiyah. "Jika sudah ada unsur pemaksaannya, dimana letak dialognya," pungkas Fattah.
Seperti diketahui, selama ini pemerintah menggunakan kriteria imkan rukyat untuk menetapkan awal bulan dalam kalender Islam. Kriteria utama dalam imkan rukyat ini adalah, posisi hilal harus lebih dari dua derajat. Saat pengamatan hilal pada 19 Juli nanti, Lapan sudah melansir jika posisi hilal kurang dari dua derajat. Sehingga pemerintah berpeluang besar menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada 21 Juli. Penetapan dua derajat ini untuk mengantisipasi ada perdepatan saat sidang isbat diputuskan.
Sementara itu versi Muhammadiyah berbeda. Ormas ini menggunakan perhitungan hisab. Dengan perhitungan hisab ini, Muhammdiyah tidak mempersoalkan posisi hilal meskipun kurang dari dua derajat. Karena pada pengamatan hilal 19 Juli nanti hilal sudah di atas nol derajat dan di bawah dua derajat, maka mereka menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada 20 Juli. 
By. Satria Bimo Aji - Kalipelus, Banjarnegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar