Djamaluddin mengatakan, Ramadhan tahun ini beda karena ada yang ingin
berbeda. Menurutnya, merujuk pada ilmu astronomi menyimpulkan jika
keputusan hisam Muhammdiyah itu keliru. "Karena menggunakan konsel using
geosentrik," kata dia di Jakarta kemarin (6/7).
Pria yang juga menjadi anggota Badan Hisab Rukyah Kementerian Agama
(Kemenag) itu menjelaskan, Muhammadiyah saat ini terkesan mementingkan
hak untuk berbeda yang diatur dalam pasal 29 UUD 1945. Sebaliknya,
Djamaluddin menilai Muhammadiyah mengabaikan kewajiban untuk bersatu
sebagaimana diperintahkan Allah dalam Surah Ali-Imron ayat 103.
Djamaluddin mengatakan jika posisi Muhammdiyah pernah terpojokkan oleh
pemerintah dan ormas Islam lain pada saat sidang isbat 2011 M/1432 H
lalu. "Sehingga mereka memilih tidak ikut pada sidang isbat tahun
selanjutnya (tahun 2012, red)," tuturnya.
Dia mengatakan dalam kesepakan sidang isbat dipilih jika penetapan
penentuan 1 Syawal 1432 H/2011 M menggunakan kriteria imkan rukyat.
Pihak PP Muhammadiyah langsung menangkis tudingan terjadi kekeliruan
dalam penetapan 1 Ramadhan sebagaimana diutarakan oleh Djamaluddin itu.
Ketua PP Muhammadiyah Abd. Fattah Wibisono mengatakan, jika Djamaluddin
sebagai pakar astronomi juga sering keliru dalam melihat kriteria yang
dipakai Muhammadiyah.
Menurut Fattah, Djamaluddin terlalu dan sangat bersikukuh memaksakan
pandangannya dari kacamatan rukyah. "Dengan pandangan itu, maka beliau
selalu mengatakan hilal tidak kelihatan," katanya. Padahal menurut
Fattah, semua astronom mengakui adanya fenomena istimak.
Selain itu juga para astronom sudah mengakui ada fenomena jika pada
waktu tertentu matahari terbenam di bawah ufuk, maka hilal belum
terbenam. Dalam kondisi ini, maka sudah masuk tanggal 1 atau awal bulan
dalam kalender Islam. "Baik bisa dilihat, maupun belum bisa dilihat,"
katanya.
Fattah lantas menegaskan agama tidak mengatur untuk mewajibkan seluruh
umatnya menjalankan ibadah puasa atau berlebaran dalam waktu yang
serentak. "Yang diperintahkan itu adalah menjaga kerukunan, meskipun
dalam kondisi yang berbeda," terang dia.
Menurut Fattah, PP Muhammadiyah tetap menghargai pandangan dari
Djamaluddin tadi. Terkait tudingan pihaknya terpojok lantas tidak ikut
dalam sidang isbat tahun ini itu menurutnya tidak benar. "Kita tidak
ikut sidang isbat karena demi kemaslahatan," katanya.
Dari perhitungan Fattah, jika nanti PP Muhammadiyah ikut dalam sidang
isbat maka akan berpotensi sekali terjadi perdebatan sengit seperti
tahun-tahun sebelumnya. Meneruntya dalam sidang ini pihak pemerintah
maupun Djamaluddin selaku perwakilan dari Lapan akan memaksakan kriteria
mereka untuk diterapkan oleh Muhammdiyah. "Jika sudah ada unsur
pemaksaannya, dimana letak dialognya," pungkas Fattah.
Seperti diketahui, selama ini pemerintah menggunakan kriteria imkan
rukyat untuk menetapkan awal bulan dalam kalender Islam. Kriteria utama
dalam imkan rukyat ini adalah, posisi hilal harus lebih dari dua
derajat. Saat pengamatan hilal pada 19 Juli nanti, Lapan sudah melansir
jika posisi hilal kurang dari dua derajat. Sehingga pemerintah
berpeluang besar menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada 21 Juli. Penetapan dua
derajat ini untuk mengantisipasi ada perdepatan saat sidang isbat
diputuskan.
Sementara itu versi Muhammadiyah berbeda. Ormas ini menggunakan
perhitungan hisab. Dengan perhitungan hisab ini, Muhammdiyah tidak
mempersoalkan posisi hilal meskipun kurang dari dua derajat. Karena pada
pengamatan hilal 19 Juli nanti hilal sudah di atas nol derajat dan di
bawah dua derajat, maka mereka menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada 20 Juli.
By. Satria Bimo Aji - Kalipelus, Banjarnegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar